Mengenang Bandung Riot Pada Mayday 2019

Mengenang Bandung Riot Pada Mayday 2019

“Dan Internasionale, pasti di dunia!”

Lantunan lagu Internasionale menggema dengan khidmat dari kerumunan massa aksi peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday) di Bandung Jawa Barat Rabu pagi tanggal 1 Mei 2019. Massa aksi yang berkumpul didominasi pakaian hitam memenuhi Taman Cikapayang dengan motif kolektif yang sama: bersolidaritas terhadap gerakan buruh.

Pada hari itu saya pergi dari rumah menggunakan motor untuk mengikuti aksi peringatan hari buruh tersebut bersama 5 orang kawan lainnya. Kami sampai di titik aksi, Taman Cikapayang tepat pukul 09.00 WIB dengan atribut aksi masing-masing: bendera merah-hitam, bendera anarko sindikalis, pakaian hitam-hitam serta ski mask atau balaclava untuk menutupi identitas.

Aksi Mayday bukan yang pertama kalinya buat saya, sudah terhitung 3 kali mengikuti lebaran kaum pekerja ini bersama kawan-kawan yang lain. Dari tahun ke tahun saya hanya ingin bersolidaritas terhadap gerakan kelas pekerja dan tidak pernah melakukan tindakan di luar bersoladitas terhadap para pekerja yang dieksploitasi setiap harinya. Sebab, saya juga adalah pekerja.

Tepat pukul 10.00 WIB, kami berjalan tertib keluar dari Taman Cikapayang menuju ke arah monumen juang untuk bergabung dengan massa Gerakan Rakyat Anti Kapitalisme (GERAK) yang telah lebih dulu berada di lokasi. Massa aksi yang berjumlah ratusan orang berjalan perlahan-lahan melewati Jalan Pasopati. Teriakan “Happy Mayday!”“Anti Kapitalisme”, “Anti Militerisme” dan teriakan lirik dari lagu “Buruh Tani” mengiringi langkah-langkah kecil niatan baik kami saat itu.

Tidak sampai 5 menit massa berjalan, Tim Prabu, satuan kepolisian dari Polda Jawa Barat menggunakan seragam lengkap dan menenteng senjata laras panjang yang menumpaki motor trail mengusik kami dengan meneriaki massa untuk keluar dari jalan utama. Massa aksi menolak untuk keluar musabab jalanan yang telah penuh sesak.

Tepat di depan lapangan Gasibu, terjadilah aksi vandalisme terhadap satu kedai kopi. Saya hanya melihat tindakan itu sambil terus berjalan mengikuti kawan-kawan di depan. Panas terik menerpa badan kami dan menguras sedikitnya tenaga kami walau hanya berjalan 15 menit.

Massa aksi akhirnya sampai di perempatan Surapati dan melakukan orasi secara bergantian membacakan tuntutan-tuntutan, berpuisi, mengutarakan pendapat terkait masalah-masalah pekerja serta menentukan jalur yang akan ditempuh. Pada saat yang sama, di barisan paling belakang, polisi berseragam preman (intel) terus menerus mencoba memprovokasi massa dengan menyebut massa aksi sebagai pengecut karena menggunakan balaclava dan mengeluarkan kata-kata ancaman lainnya yang tidak ditanggapi sama sekali oleh massa aksi.

Setelah 10 menit berorasi dan menentukan arah jalan, akhirnya massa mulai bergerak menuju monumen juang melewati Jalan Wirayuda Timur, di depan Graha Telkom. Saat melewati jalan tersebut massa aksi berseberangan dengan massa buruh yang hendak menuju Gedung Sate dan saling menyapa sambil tepuk tangan dan meneriakan “Hidup Buruh!” suasana bahagia terus menyelimuti kami dan aksi long march berjalan lancar. Saya tidak pernah berpikir bahwa akan terjadi represi dari pihak aparat.

Setelah Jalan Wirayuda Timur habis dilewati, massa aksi berbelok ke arah Jalan Singa Perbangsa, sebuah jalan sempit yang menghubungkan Jalan Wirayuda Timur dengan Jalan Dipatiukur. Saat belokan tersebut saya berada di barisan belakang bersama 2 kawan saya yang lain. Saat itu para polisi yang mengikuti massa aksi memberi instruksi pada kawan-kawan paling belakang untuk berjalan lurus masuk ke monumen dan tidak berbelok. Disana saya melihat pihak aparat memotong barisan paling terakhir, setidaknya 140 orang pertama yang ditangkap dan digiring menuju monumen juang termasuk tiga kawan saya yang telah dikerumuni pihak gabungan TNI-Polri.

Awal Kerusuhan Mayday 2019

Saat massa paling belakang menyadari hal tersebut dan berteriak untuk meminta massa didepan untuk kembali menjemput, tepat di jalan Singa Perbangsa, di depan sebuah restoran kawan-kawan yang paling belakang ditangkapi, dipukuli dan direpresi sedemikian rupa oleh Intem, Tim Prabu dan Polisi seragam coklat. Melihat kejadian tersebut saya mencoba bersikap tenang dan meyakinkan massa untuk tetap dalam barisan, namun apa daya tembakan peringatan dari laras panjang yang ditembakan berkali-kali membuat massa aksi buyar seketika. Massa terpecah, ada yang berlari ke arah Dipatiukur dan Jalan Bagus Rangin.

Jalan Singa Perbangsa yang sempit serta banyaknya motor yang diparkir di pinggir jalan menghalangi jalan yang dilewati massa yang mengakibatkan motor berjatuhan. Karena saya berada di barisan paling belakang, saya melihat ternyata banyak kondisi motor yang telah terguling dan hancur, beberapa pertokoan juga hancur karena sempat terjadi aksi tarik menarik antara massa aksi yang bersembunyi dengan polisi. Saya juga sempat ditarik namun dapat lolos dan berlari sekuat tenaga, melewati suara tembakan peringatan, tongkat rotan yang terus diayunkan serta pemandangan kawan-kawan saya yang sedang dikeroyok aparat. Saya seperti berada di medan perang.

Setelah kejadian mengerikan tersebut, massa aksi akhirnya dapat merapatkan barisan di depan sebuah toko pakaian, tepat di jalan Singa Perbangsa. Satu detik kemudian dan dari arah belakang, sebuah mobil truk polisi dikemudikan dengan kecepatan penuh mencoba memotong kerumunan massa yang membuat beberapa kawan terpental dan cidera berjalan pincang. Untung saja dengan cepat massa kembali berkumpul dan menenangkan diri karena masih dihantui insiden penangkapan beberapa menit yang lalu.

Suasana mencekam begitu terasa keluar dari kerumunan massa. Kawan-kawan akhirnya membuat ring dan border. Sweeper berteriak-teriak sambil berlarian dari arah depan ke belakang dan menyuruh massa aksi paling pinggir untuk tetap kuat menahan border. Ternyata terror belum selesai, dari arah belakang kami, muncul mobil komando polisi, truk besar serta puluhan personil tim prabu lengkap dengan senjata laras panjangnya. Kami berjalan perlahan menuju ke arah Universitas Padjajaran di jalan Dipatiukur.

Massa aksi beristirahat dan minum serta mendapat penanganan paramedis selama kurang lebih 30 menit di depan kampus Unpad. Setelah istirahat dan komando memberi semangat pada massa salah satu personil polisi menyuruh massa aksi untuk masuk ke monumen perjuangan dan diberi waktu 5 menit dan mengancam akan menindak tegas jika hal itu tidak diindahkan.

Kemudian massa aksi memutuskan untuk tetap berjalan ke arah Jalan Teuku Umar karena titik tujuan telah ditetapkan di depan Gedung Sate. Kami berjalan perlahan dengan komando 10 langkah dan diam. Massa dari Gerakan Rakyat Anti Kapitalisme (GERAK) akhirnya bergabung di persimpangan jalan Teuku Umar. Di sepanjang Jalan Teuku Umar, massa aksi diberi minum dan terus menyanyikan yel-yel “Happy Mayday” dan lagu-lagu perjuangan lain.

Setelah barisan panjang massa seluruhnya masuk ke jalan Teuku Umar, mobil komando polisi yang sedari tadi membuntuti berteriak-teriak pada massa aksi sambil terus mengeluarkan suara-suara berisik dari speakernya yang membuat massa aksi tidak nyaman.

 Penangkapan yang Cepat dan Penuh Terror

“Silahkan untuk massa aksi untuk tidak bertindak anarkis atau kami akan menindak secara tegas dan terukur” kalimat tersebut diulangi terus menerus dan membuat mental massa ciut. Padahal massa aksi tidak ada yang melakukan tindakan apapun dan hanya berjalan di sepanjang jalan Teuku Umar.

Massa sampai di Jalan Ir H Djuanda (Dago) dan ternyata disanalah neraka yang sesungguhnya. Massa aksi diperintahkan untuk berjalan pada trotoar dan massa aksi yang paling belakang akhirnya menyingkir, namun massa aksi yang didepan terkena represi karena mempertahankan berjalan ditengah jalan. 

Dago menjadi saksi massa aksi dipukuli, pengangkutan massa serta tembakan peringatan yang terus diulang-ulang. Bahkan saya melihat salah satu massa aksi dipukul dari belakang dan langsung dimasukkan ke mobil patroli. Mental massa akhirnya hancur melihat kawan-kawannya yang lain ditangkapi. 

Massa akhirnya cair karena tidak ada komando dan buyar. Suasana tidak kondusif. Tepat di belakang saya, tim gabungan memotong barisan per dua puluh orang untuk disuruh jongkok, dipukuli rotan dan dinaikan ke dalam truk untuk dibawa langsung ke Polrestabes Bandung.

Saya dan massa aksi yang lain yang selamat terpecah. Sebagian massa berlari lurus menuju Gedung Sate dan berhasil bergabung dengan massa buruh, ada yang ke kanan menuju taman Cikapayang dan saya sendiri mengarah  kembali ke jalan Singa Perbangsa. Sepanjang trotoar saya dipukul rotan oleh aparat yang telah berjaga disana. Saya dan kawan-kawan lain berlari di sepanjang lurusan jalan tersebut dan berkumpul di satu titik. Massa aksi yang berada kala itu sekitar 50 orang. Saat kami hendak menyusun strategi, pihak aparat kembali mengejar kami dengan truk dan motor trailnya. Akhirnya kami kembali berlari menyelamatkan diri dan saya bersembunyi di suatu tempat di jalan Pager Gunung.

Nasib Kamerad yang Ditangkap

Di dalam persembunyian, saya mendengar dan melihat kawan-kawan yang tidak sempat bersembunyi di plonco, ditelanjangi dan dipukuli serta dipermalukan di tempat umum oleh aparat. Saya bersembunyi selama satu jam dan menunggu sampai suasana kondusif sampai akhirnya suara-suara motor trail dan truk mengangkut massa pergi. Akhirnya saya dijemput oleh kawan saya yang lain dan membubarkan diri serta menangis sepanjang perjalanan pulang mengingat bagaimana massa aksi diburu seperti tikus.

Beberapa pekan setelahnya, saya bertemu dengan kawan-kawan lain yang ditangkap oleh aparat saat aksi Mayday 2019. Saya mewawancarai salah satu kamerad yang ikut aksi bernama Mehong. Saat aksi terjadi Mehong menjadi barisan pertama yang dipotong dan masuk ke monumen juang. Di monumen juang, Mehong menyebut bahwa dia dan 140 orang lainnya dikumpulkan dan didata. Beruntung, kamerad Mehong tidak membawa kartu identitasnya. Dia memalsukan nama dan menolak untuk bicara lebih panjang dengan polisi.

Beberapa pendataan yang dilakukan polisi antara lain nama lengkap, alamat, tempat tanggal lahir, foto, tanda tangan dan berbagai hal lainnya sesuai dengan apa yang tertera di kartu identitas. Selain itu, di monumen perjuangan terjadi pemeriksaan pada semua orang.

Kawan-kawan yang kedapatan membawa bom molotov atau pilox langsung mendapatkan “perlakuan khusus”. Mereka dipelonco, dipukuli dan juga badan dan wajah mereka dipilox oleh pihak aparat. Di monumen perjuangan, para kawan-kawan juga ditakut-takuti dan ditekan untuk mengaku bahwa mereka bukan bagian dari kelas pekerja atau buruh. Mereka juga dilecehkan dan disuruh untuk membuka baju mereka.

Meski begitu, pihak aparat juga melakukan kesalahan bodoh dimana mereka melakukan salah tangkap oleh polisi pada orang-orang yang tidak mengikuti aksi namun menggunakan pakaian hitam-hitam. Bahkan salah satu korban salah tangkap sampai dibawa ke Markas Brimob di Jatinangor.

Setelah dari monumen perjuangan, tepat pukul 12.30, kamerad-kamerad yang ditangkap di monumen perjuangan dibawa ke Polrestabes Bandung yang berlokasi di Jalan Jawa. Mereka diturunkan tepat di depan Taman Vanda. Dan mereka disuruh berguling-guling di jalan sampai masuk ke markas kepolisian kota Bandung.

Di markas polisi tersebut, para kawan-kawan yang ditangkap terus berdatangan menggunakan truck. Mereka kembali dilecehkan dan diperintah untuk membuka celana. Mereka juga kembali didata dan dibotaki di tempat tersebut. 

Setelah polisi bersenang-senang dan melecehkan para kawan-kawan yang ditangkap, akhirnya para korban dibawa ke Mako Brimob di Jatinangor. Di sana, mereka didata ulang. Mereka diperintah untuk melakukan scan retina, cap tiga jari dan juga difoto mugshot.

Di Mako Brimob, pemeriksaan lebih gila, sebab menurut kesaksian kamerad Mehong, hampir semua HP korban diperiksa. Jika di dalam HP mereka terdapat logo-logo berbau komunis atau anarkis, pertanyaan yang dilontarkan semakin gencar dilakukan pihak kepolisian.

Kamerad Mehong dan juga Kamerad Jack menjadi dua orang yang menjadi korban tersebut. Sebab, di HP mereka terdapat foto-foto dan logo anarkis sampai logo-logo palu arit yang menjadi logo tabu di Indonesia.

Pada akhirnya, korban yang sudah dibotaki dikumpulkan dan diperiksa satu per satu di Mako Brimob. Mereka baru dipulangkan keesokan harinya pada pukul 4 pagi.